Translate

Kamis, 27 Februari 2014

Surabaya Punya Role Model “What Woman Should Be” : Ulasan Tentang Tri Rismaharini

Tri Rismaharini, walikota wanita pertama yang dimiliki Surabaya resmi dilantik untuk menjadi walikota Surabaya periode tahun 2010-2015. Mengawali karir sebagai seorang birokrat, sejumlah penghargaan demi penghargaan pun diraihnya. Sejak tahun 1997, Risma- begitu masyarakat menyapanya, telah dipercaya untuk memegang jabatan kepala di kantor Pemkot. Hingga puncaknya, Beliau menjadi walikota Surabaya pada tahun 2010 atas usungan PDIP. Sebagai seorang birokrat yang terbiasa bekerja struktural, Risma ternyata merupakan seorang yang idealis dan pekerja keras. Hal itu terbukti selama dia menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Surabaya yang semula terkenal gersang dengan suhu matahari yang selalu tinggi dan tingkat kelembapan udara yang tinggi pula, berhasil disulap menjadi kota metropolitan yang hijau,adem, nan asri. Pojok-pojok lahan yang kosong pun menjadi taman rindang yang cantik. Akibat prestasi tersebut, dirinya dilirik oleh parpol untul diusulkan menjadi walikota. Benar saja, baru setahun kepemimpinannya, Surabaya telah berhasil meraih penghargaan Adipura tahun 2011 sebagai kota bersih dan asri, penghargaan bergengsi yang selama 5 tahun terakhir ini luput dari genggaman Kota Surabaya.

Walau begitu, perjalanan Risma tidak seindah kota yang dipimpinnya. Baru setahun pula ia menjabat sebagai walikota, sudah muncul kepentingan-kepentingan yang bertolak belakang dengan arah kepemimpinannya. Sebut saja kasus kenaikan pajak reklame pada tahun 2011 yang membuat dirinya diserang dan diancam untuk dinon-aktifkan sebagai walikota Surabaya oleh sebagian pejabat di DPRD Surabaya. Tak tanggung-tanggung, orang yang paling getol untuk menjatuhkan Risma dari posisi walikota berasal dari PDIP juga, parpol yang notabane nya telah berjasa mengusung namanya maju menjadi walikota. 

Kini, getirnya dunia politik kembali memuncak dirasakan Risma. Beberapa media mengabarkan bahwa Tri Rismaharini , walikota Surabaya yang telah mempimpin Surabaya selama kurun waktu tiga tahun, mengungkapkan keinginannya untuk mundur dari jabatan walikota. Naiknya Wisnu Sakti Buana sebagai wakil walikota Surabaya, menggantikan Bambang DH, dikabarkan sebagai penyebab kegalauan Risma. Betapa tidak, penunjukan Wisnu Sakti Buana sebagai wakil walikota disinyalir tanpa sepengatahuan Risma. Hal ini diperparah dengan tingginya tuntutan dan tekanan dari dalam parpol yang dulu mengusung namanya maju menjadi walikota Surabaya.


            Emansipasi wanita yang perjuangkan R.A Kartini bukanlah sebuah konsepsi tentang emansipasi belaka. Beliau berbicara kemerdekaan wanita bukan kesetaraan gender dengan pria. Emansipasi wanita adalah konsepsi bahwa wanita itu bukanlah makhluk yang lemah-lembut, namun makhluk KUAT-lembut “. (Kelana, Andika Putra- Menteri Kajian dan Strategi BEM KM UA’13,2013).

Kutipan diatas merupakan kutipan orasi menteri Kasrat BEM KM UA’13 pada saat kami berkumpul di depan PLK-UA Kampus B untuk melakukan Long March dalam rangka memperingati Hari Kartini pada 21 April 2013 lalu. Sebuah kutipan yang sangat menampar jiwa dan pikiran kami sebagai perempuan. Kesadaran akan kesalahan selama ini tentang konsepsi e-man-si-pa-si wanita.  Sejalan dengan kutipan Beliau, begitu lah seharusnya wanita. Sebagai tonggak pencetak generasi excellent, wanita seharusnya kuat, tegar, mandiri, cerdas, dan juga lemah-lembut hatinya. Dan Surabaya memilikinya.

Tri Rismaharini merupakan role model  yang paling pas untuk memvisualisasikan kutipan diatas. Sejak awal kepemimpinannya di Surabaya, Risma telah menunjukan hal tersebut pada rakyat Surabaya, Indonesia, dan bahkan dunia. Tidak bergaya bak ibu ratu, tidak pula mencurhatkan segala kesulitannya, melainkan dengan cepat dan tanggap bergerak membenahi kota. Tanpa ragu menceburkan diri kedalam gorong-gorong yang kotor dan bau demi menemukan penyebab aliran air tidak lancar yang menyebabkan banjir kota Surabaya. Dengan berani mendaki tepian tebing jembatan di jalan tol demi mengurai kemacetan berjam-jam di jalan tol. Dan segudang pekerjaan berat yang tidak ada wanita yang mampu melakukannya. Bagaimana wanita ini mampu melakukan itu semua?

Diluar itu semua, Risma adalah wanita dengan anak dan suami. Jiwa keibuannya yang begitu kental lah yang memberikan dirinya kekuatan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa tersebut. Dengan bimbingan Tuhan- seperti yang selalu dikatakan Risma, dirinya melangkahkan kaki, menggerakan badannya. Hatinya yang lembut adalah senjatanya. Dengan hati nurani Ia menjalankan peran walikota dengan begitu amanah, tak ingin ada satu pun warga Surabaya yang telah dianggap sebagai anak-anak Risma sendiri merasa tidak terperhatikan. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah dan sangat berat. Selama tiga tahun, setiap hari Risma mengabdikan dirinya untuk Surabaya. Pekerjaan Risma tersebut terlihat dari perubahan Surabaya yang begitu signifikan hingga kini. Jalan yang bersih, taman yang banyak indah terawat, pelayanan publik yang cepat dan nyaman, sungai yang bersih dan lancar, banjir yang mulai jarang terjadi. 

Namun, dibalik tubuh kekar yang dibalut dengan jilbab tersebut, bukan tak ada beban yang dirasakan Risma. Dari setiap wawancara yang dilakukan terlihat bahwa Risma sangat emosional setiap menyangkut tentang pekerjaannya sebagai walikota. Hal itu mencerminkan bahwa betapa berat sebenarnya beban yang dipikul dirinya. Ya, sangat berat. Ia bukan politisi, ia hanya pekerja idealis yang menjalankan perannya sebagaimana seharusnya. Namun ia harus bertarung melawan para pemilik kepentingan diluar yang tidak pernah memikirkan kesejahteraan rakyat Kota Surabaya. Siapa pendukung Risma? Tanpa latar belakang politik, sulit sekali menemukan pendukung dirinya yang nyata. Risma seakan berdiri seorang diri disana, dikursi walikotanya, melawan sejumlah serangan bertubi-tubi yang menghabisi dirinya. Tapi Risma bertahan dengan kuat selama 3 tahun ini hanya dengan berbekal keyakinannya kepada Tuhan.


Wanita Surabaya, berbanggalah dirimu memiliki Tri Rismaharini.
Wahai remaja perempuan... sadarilah peranmu sesungguhnya! Bahwa kamu adalah tonggak generasi masa depan. Sudahkan yang kamu lakukan sekarang dapat menjaminmu menghasilkan generasi-genarasi emas untuk bangsa dan negara?
Tuntutlah ilmu setinggi mungkin, jadilah cerdas untuk setiap permasalahan kehidupan. Dan gunakan ilmu tersebut untuk mendidik anak-anak mu kelak, Jadikan mereka pemimpin yang mampu membawa rakyanya pada kesejahteraan hidup.


Sudah sepatutnya Risma bertahan menyelesaikan peran dan tanggung jawabnya sebagai walikota Surabaya hingga akhir masa jabatan tahun 2015.
Dan sudah sepatutnya pula kita menjaga dan melindunginya dari sentuhan kepentingan politik yang hanya ingin mengambil keuntungan untuk kelompok elitnya saja. 

Lantas, dengan apa kita dapat membantu Beliau?
Dengan ilmu.

Rabu, 26 Februari 2014

Forum Perempuan Airlangga


MENILIK PADA SEJARAH
   Forum Perempuan Airlangga yang sejatinya lebih dikenal dengan nama FP UA ini merupakan sebuah wadah pergerakan wanita Airlangga yang dibentuk oleh BEM KM Universitas Airlangga sebagai wujud supporting system BEM KM UA untuk ranah penggerak perempuan.

       Inisiasi untuk sebuah gerakan mahasiswi ini lahir saat Musyawarah Nasional BEM SI tahun 2009 di Solo. Saat itu mahasiswi  yang sudah sering mengikuti agenda-agenda BEM SI menyadari akan pentingnya sebuah forum mahasiswi yang berfungsi sebagai wadah peningkatan kapabilitas mahasiswi terkait gerakan mahasiswi dan informasi terkait isu-isu nasional dan isu-isu yang sifatnya kedaerahan. Maka tercetuslah ide untuk membuat sebuah forum.  Pada awalnya gerakan ini bernama AWSI ( Aliansi Wanita Seluruh Indonesia ), tetapi di tahun 2010 nama gerakan ini berubah menjadi Forum Perempuan BEM SI. Bentuk gerakan FP BEM SI ini pun merupakan satu kesatuan dalam aliansi BEM SI. Hal tersebut berarti apa yang menjadi visi dan misi BEM SI otomatis juga menjadi visi dan misi FP BEM SI serta isu yang diangkat oleh BEM SI pun menjadi tugas bagi FP BEM SI untuk ikut serta mensosialisasikan isu tersebut, baik ditataran Kampus maupun di tataran wilayah. Adapun fungsi dari forum ini adalah sebagai supporting system guna lebih memasifkan gerakan dan berperan dalam pemerataan informasi ke kalangan mahasiswi. Selain daripada itu, forum ini juga berfungsi sebagai wadah peningkatan kapabilitas diri mahasiswi yang universitasnya terganbung dalam aliansi BEM SI, dalam bidang sosial politik dan pergerakan mahasiswa (Platform FP BEM SI Periode 2013-2014,2013).

ARTI KEBERADAAN FP UA
        Sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam platform FP BEM SI, Forum Perempuan Airlangga (FP UA) masuk kedalam sturktur forum dengan menjadi kampus wilayah.  Hal itu berarti arti keberadaan kita ialah sama seperti induk namun lingkup kerja nya terbatas pada BEM Universitas , tataran kampus, dan lingkungan sekitar.  FP UA pun dilahirkan di Universitas Airlangga ini untuk menjadi supporting system dari BEM KM UA. Yang mana isu-isu yang diangkat pun sama dengan isu-isu yang diangkat oleh BEM KM UA. Namun yang menarik dari FP UA ialah bahwa keanggotaan forum tidak terbatas hanya untuk member BEM. Selain memberwati BEM merupakan anggota wajib, namun forum menerima anggota dari luar BEM untuk kemudian menjadi staf ahli FP UA dan semua anggota FP UA disebut sebagai Srikandi. Tidak hanya itu, guna forum ini dapat dekat di hati dan ingatan para mahasiswi UA, visi dan misi kami memiliki warna lain yang membuat forum ini lebih flexible dan dinamis. Nilai moral yang dilahirkan dengan kelahiran FP UA ini ialah untuk menjadi sorot inspiratif para mahasiswi UA dan wanita disekitar kampus lainnya. Sejalan dengan motto kampus yaitu Excellent With Morality, para srikandi UA pun harus mampu menjadi leader inpiration bagi lingkungan sekitarnya. Membuka mata dan telinga untuk isu-isu sosial politik ditataran Kampus maupun luar Kampus, menajamkan kepekaan terhadap kebutuhan perempuan dan meningkatkan kapabilitas para srikandi UA yang sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.

VISI MISI

Visi : Meningkatkan kesejahteraan generasi Srikandi UA melalui peningkatan mutu Srikandi FP UA sebagai individu dan keluarga.

Misi :

1.       Menjadi sorot inspiratif bagi mahasiswa UA dan wanita-wanita disekitar kampus

2.       Meningkatkan kesadaran kritis mahasiswi UA terhadap isu-isu sosial, keamanan, politik, budaya, dan ekonomi.

3.       Memasifkan gerakan BEM KM UA dan berperan dalam pemerataan informasi ke kalangan mahasiswa.

Bentuk Program

                Forum Perempuan Airlangga sebagai supporting system  BEM KM UA memiliki dua bentuk program. Program pertama berkaitan dengan kajian strategis dan program kedua merupakan program eksistensi mutu. Program pertama FP UA bergerak dalam dua bidang, yaitu bidang sosial politik yang penanggung jawabannya di pegang oleh Lailatus Sa’idah, mahasiswi Fakutas Kedokteran Hewan Angakatan 2010 yang juga aktif dalam pergerakan politik. Bidang kedua berkaitan dengan pendidikan yang memiliki tanggungjawab mengedukasi para pembaca yang awam dengan isu-isu sosial terkini. Menyederhanakan bahasa kajian menjadi lebih sederhana dan dapat diterima oleh pemahaman semua pihak. Adapun program FP UA yang kedua ialah FP Do Business, yang merupakan ajang kreativitas srikandi UA dalam memutar roda ekonomi dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada disekitar. Melalui program FP Do Business ini, FP UA bertekad memandirikan diri dari kebutuhan finansial. Selain daripada itu, kami bercita-cita menjadikan program ini sebagai lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidup.

Tagline : “Perempuan poros peradaban kehidupan”.

Rabu, 19 Februari 2014

Reza, Anak Loper Koran yang Pandai Berhitung



Haii, reader. Selamat datang di blog kami, Forum Perempuan BEM Universitas Airlangga Surabaya. Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagai cerita dan sharing pikiran tentang satu fakta kasus yang sudah lama sekali menjadi permasalahan umum bangsa Indonesia. Meskipun begitu, masalah ini seakan kebal dari waktu yang terus berjalan dalam menjadikannya usang.
Cerita Reza : Anak Loper Koran yang Pandai Berhitung
Pada hari Sabtu kemaren, tepat di awal bulan Februari 2014 cerita ini terjadi.
Reza, siswa kelas 2 SDN Pacar Keling 7 Surabaya, terlihat lelah menyodorkan koran2 Surya nya yang belum juga kunjung habis terjual hingga waktu hampir memasuki maghrib. Dengan memaksakan tubuh kecilnya terus bergerak, Reza mencoba lagi peruntungannya di suatu depot makan dekat stasiun Gubeng. Takdir pun menggiring kaki kecil itu ke arah meja tempat saya dan teman makan. Saat itu hampir saja kami akan meninggalkan meja dan pulang. Tapi kedatangan Reza di meja kami menahan keinginan tersebut untuk sekedar sedikit bercakap ringan dan membeli koran jajakannya.
 Namun tiada disangka, perbincangan kami mengalir begitu lancar dan seru. Semakin lama, saya dan teman tertarik untuk mengajaknya bicara lebih lama. Tanpa pikir panjang, teman saya menawari Reza untuk duduk dan makan bersama kami. Anak lelaki kecil itu jelas sekali tidak bisa menyembunyikan kesenangannya terhadap tawaran makan gratis tersebut.
Layaknya anak kelas dua sekolah dasar lainnya, Reza pun dengan polos menceritakan banyak hal. Termasuk tentang opininya tentang belajar dan jualan koran. Reza sendiri yang tinggal di daerah Ambengan, Surabaya ternyata merupakan salah satu anak didik komunitas peduli anak jalanan, Save Street Child Surabaya rayon Ambengan. Ketika ditanya kesannya disana, bukan jawabannya yang seperti saya harapkan yang saya dengar dari Reza. Reza tidak senang disana. Meskipun kakak-kakak pengajarnya baik . Alasan ketidak senangan Reza ternyata diakui nya datang dari sesama murid, murid yang lebih besar darinya, murid kelas lima yang sering sekali mengejek dirinya entah karena alasan apa (Reza tidak menerangkannya dengan detail).  Dari celoteh-celotehannya selama makan bersama kami, Reza menggambarkan dirinya sebagai anak laki-laki yang pemberani, easy-going, meskipun ia juga mengakui kalau dirinya mudah marah dan ngambek.
Saya dan teman terus menanggapi berbagai celotehannya tersebut. Sebagai mantan pengajar di komunitas tersebut, saya tau percis tipikal murid-murid yang menjadi asuhan SSCS. Berlatar belakang anak jalanan, mereka memiliki lingkungan hidup yang keras yang membentuk pribadi mereka menjadi anak yang keras pula. Ucapan kotor dan segala macam bentuk cacian yang seharusnya tidak mereka kenal menjadi suara lantang mereka sehari-hari. Membangkitkan semangat dan menjaga semangat itu tetap menyala pun menjadi satu tantangan tersendiri bagi para pengajar di Komunitas Save Street Child Surabaya. 
Meskipun begitu, Reza mengakui dirinya lumayan pintar. Dengan bangga dia menyebutkan peringkatnya di kelas yang menduduki urutan 10 dari 37 murid yang ada. Benar saja, Reza memang pintar, terlebih untuk soal hitung-hitungan. Matematika memang menjadi mata pelajaran kesukaannya.  Hal tersebut kami buktikan sendiri. Teman saya mengetesnya dengan memulai memberikan soal hitungan sederhana. Di awali dengan soal pertambahan 2 angka kemudian meningkat menjadi soal perkalian hingga menuju soal kombinasi yang panjang. Semua soal bisa Reza jawab dengan cepat dan tepat. Bahkan Teman yang memberikan soal tersebut pada dirinya saja masih meghitung dalam hati. Menyaksikan ketangkasaan Reza dalam menjawab soal yang diberikan dengan percaya diri benar-benar membuat saya tertegun diam. Yang benar saja. Anak seperti Reza ini aset negara. Kemampuan berhitung dengan cepatnya itu bisa menjadikan dia ahli matematika terbaik. Kemampuan luarbiasa tersebut tidak bisa selamanya melekat dalam diri Reza kalau tidak sengaja dijaga dan dikembangkan. Sementara untuk menjaga dan mengembangkan kemampuan langka itu dibutuhkan lingkungan yang kondusif yang berkelanjutan.
Pertemuan dengan Reza di depot makan tersebut membuat saya tidak berhenti berpikir.  Pendidikan menyeluruh adalah cita-cita negara sejak lama. Dan hingga saat ini, cita-cita tersebut belum juga terlihat terwujud.  Banyak sekali pihak yang berusaha keras  mengupayakan cita-cita ini terwujud. Mulai dari pemerintah , swasta, sampai dengan kelompok-kelompok individual yang membentuk komunitasnya sendiri, seperti Komunitas Peduli Anak Jalanan- Save Street Child ini. Kelompok komunitas ini ada karena besarnya kepedulian terhadap anak-anak jalanan di Indonesia yang tidak bisa menikmati indahnya dunia pendidikan karena tekanan ekonomi yang terjadi pada orangtua mereka dan membuat tekanan tersebut dilempar pada mereka.  Melihat fakta Reza, saya jadi berpikir, jika yang dirasakan Reza tersebut juga dirasakan oleh anak-anak didik lainnya, maka usaha kami untuk mewujudkan pendidikan menyeluruh tidak akan pernah mencapai garis finish. Betapa tidak, permasalahannya ekonomi yang melanda mereka benar-benar memiliki pengaruh kuat dan besar. Meskipun pendidikan gratis sudah mampu kami berikan pada mereka, mereka pun akan tetap mengabaikannya dan memilih kembali ke jalan demi lembaran-lembaran ribu rupiah. Lalu bagaimana masalah ekonomi ini harus diselesaikan?  Harus berapa lama lagi anak-anak Indonesia harus terjauhkan dari dunia pendidikan?  Sempat terpikirkan oleh saya, jika begitu permasalahannya, bagaimana jika orang tua anak-anak ini diberikan gaji? Bagi mereka yang menyekolahkan anaknya dan membebaskan dari kewajiban mencari lembar ribu rupiah, waktu si anak yang awalnya digunakan untuk berada dijalan dibeli dan dibayarkan ke orangtua mereka. Sebagai kompensasinya, si anak haruslah berada di sekolah dan belajar, tanpa memikirkan untuk mencari lembar ribu rupiah di jalan.