Kedua isu diatas diupayakan tidak selesai dalam forum
diskusi. Bagaimanapun, gigihnnya perjuangan yang kami lakukan sebagai the agent of change tidak ada artinya tanpa dukungan dari
pemerintah. Untuk itu, hasil forum diskusi diatas akan kami usulkan kepada
pelaksana pemerintahan tingkat kota, yaitu walikota Surabaya- Tri Rismaharini.
Semoga upaya kecil para srikandi FP BEM UA ini dapat memberikan manfaat kepada
semua kalangan, khususnya kaum perempuan.
Berikut ini merupakan notulensi rapat kami.
1.
RUU
KKG
- RUU KKG pada hakikatnya diharapkan menjadi payung hukum yang akan menguatkan hak-hak perempuan setara dengan laki-laki. RUU KKG yang memberikan titik tekan pada perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Selama ini, diskriminasi, ketidakadilan maupun tindakan kekerasan berbasis gender yang banyak menimpa kaum perempuan merupakan fakta yang memang terjadi di tengah masyarakat. UU KKG diharapkan dapat meminimalisir berbagai permasalahan mendasar yang banyak dialami perempuan.
- Ketika mendengar pertama kali, mungkin banyak di antara kita menganggap RUU ini merupakan solusi bagi perempuan untuk menyejajarkan diri dengan laki-laki. Namun, ketika kita menelisik lebih jauh lagi, maka RUU ini malah akan menimbulkan berbagai masalah yang akan timbul di masyarakat.
- Yang pertama harus dikritisi adalah judul RUU tersebut. Artinya diperlukan redefinisi tentang gender sehingga mempunyai pemahaman yang utuh tentang gender. Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai, peran, dan tingkah laku. Merujuk pada pengertian tersebut maka ketika kata gender dikaitkan dengan keadilan-kesetaraan, akan muncul sejumlah pertanyaan. Misalnya, apakah dengan konsep gender peran laki-perempuan dapat disetarakan? Ide dasar kesetaraan gender yang dianggap sebagai gerakan feminism, melawan ketentuan kodrat perempuan. Para perempuan seharusnya saling menghormati dan memahami kedudukan, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan sama mulianya dan punya peran masing-masing.
- Selain itu, pernyataan kontra lainnya terkait dengan Pasal 12 huruf a RUU KKG, yang menyebutkan “Dalam perkawinan setiap orang berhak: memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau isteri secara bebas;” Jika Pasal ini tetap dibiarkan, terbuka celah untuk melegalkan pernikahan sesama jenis. Karena tidak diatur secara tegas bahwa setiap orang berhak memilih suami atau isteri yang berlainan jenis. Sebaliknya, kata “memilih isteri atau suami secara bebas” dapat disalahartikan memberi peluang untuk memilih istri atau suami sesama jenis.
- Atas dasar argument di atas, RUU ini perlu dilakukan perubahan substansi yang mengatur secara spesifik mengenai hak perempuan
2.
PEMILU
Pelaksananaan pemilihan legislatif dan presiden
beserta wakilnya tinggal beberapa bulan lagi. Namun dengan kehadiran korupsi
yang semakin dahsyat, membuat sebagian besar masyarakat kehilangan kepercayaan
pada pelaksanaan politik di Indonesia dan akhirnya enggan untuk turut aktif
memberikan hak pilih, terutama dalam
kalangan perempuan dan ibu-ibu.
MEMILIH adalah suatu wujud partisipasi
politik sederhana yang dapat memberikan dampak besar. Dan sangat disayangkan
apabila kita memilih hanya berdasarkan ikut-ikutan teman/keluarga/ rekan
kerja/komunitas, atau memilih hanya berdasarkan pengaruh iklan “betapa murah
hati”nya beliau pada masyarakat tdk mampu, atau juga memilih hanya berdasarkan
tokoh politik populer yang disanjung sanjung (leader-tainment).
Dari argument di atas, diperlukan suatu
gerakan pilih pemimpin dengan smart. Gerakan ini akan memfasilitasi kita untuk
dapat memilih pemimpin bangsa secara tepat. Harapannya bahwa presiden dan wakil
yang terpilih nantinya adalah yang terbaik untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Namun hal ini perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan berkordinasi dengan tim KASTRA BEM UA.